Beberapa hari yang lalu, saya mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh Wolters Kluwer dengan judul “Skepticism, Bias, and Critical Thinking”. Webinar ini disampaikan oleh John Hall, CPA yang telah berpengalaman lebih dari 40 tahun di bidang Kontrol, Kepatuhan, Manajemen Risiko Fraud, dan Audit.
Banyak hal menarik yang dibahas dalam webinar tersebut, khususnya terkait skeptisisme, bias apa saja yang dapat jadi penghalang terhadap skeptisisme, dan bagaimana berpikir kritis dapat membantu memaksimalkan skeptisisme dan meminimalkan dampak dari bias.
Skeptisisme adalah sikap meragukan kebenaran sesuatu sebelum ada bukti yang cukup kuat. Dalam dunia audit internal, skeptisisme adalah sesuatu yang penting. Seorang auditor internal yang baik harus selalu bertanya, “Apakah ini benar-benar sesuai dengan apa yang seharusnya?” Namun, ada banyak hal yang bisa menghambat kita untuk bersikap skeptis yang profesional.
7 Bias Penghalang Sikap Skeptis
Dalam tulisan ini, saya akan membahas 7 bias dari 16 yang disampaikan dalam webinar, yang dapat menjadi penghalang terhadap sikap skeptis.
1. Cognitive Bias atau Bias Kognitif
Bias kognitif adalah kecenderungan kita untuk berpikir dan mengambil keputusan berdasarkan pengalaman, keyakinan, atau emosi pribadi.
Contoh: Seorang auditor mungkin cenderung percaya pada penjelasan manajemen karena ia telah bekerja sama dengan mereka dalam waktu yang lama, tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Atau karena sebelumnya selalu memberikan penjelasan yang sesuai, sehingga menganggap setiap penjelasan akan selalu sesuai yang sebenarnya, sebagamana pengalaman selama ini.
2. Projection Bias atau Bias Proyeksi
Bias proyeksi adalah kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa orang lain (misalnya, manajemen perusahaan yang diaudit) memiliki motivasi, nilai, atau perspektif yang sama dengan dirinya.
Contoh: Seorang auditor yang cenderung optimis mungkin berasumsi bahwa kinerja keuangan perusahaan akan selalu membaik. Akibatnya, ia mungkin meremehkan risiko-risiko yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan.
3. Anchoring Bias atau Bias Jangkar
Bias jangkar adalah kecenderungan seseorang untuk terlalu bergantung pada informasi awal yang diterima. Informasi awal ini bertindak sebagai “jangkar” yang mempengaruhi penilaian kita terhadap informasi selanjutnya.
Contoh: Jika auditor sering menemukan kesalahan dalam suatu area tertentu pada audit sebelumnya, ia mungkin terlalu fokus pada area tersebut dalam audit saat ini, sehingga mengabaikan potensi masalah di area lain.
4. Confirmation Bias atau Bias Konfirmasi
Bias konfirmasi adalah kecenderungan seseorang untuk mencari atau menyukai informasi yang mendukung keyakinan atau hipotesisnya.
Contoh: Jika auditor memiliki hipotesis awal tentang kelemahan pengendalian internal, ia cenderung mencari bukti yang mendukung hipotesis tersebut. Misalnya, jika auditor menduga bahwa sistem persediaan perusahaan memiliki kelemahan, ia mungkin hanya memeriksa dokumen-dokumen yang terkait dengan persediaan, sementara mengabaikan dokumen-dokumen lain yang mungkin memberikan informasi penting.
5. Past Association Bias atau Bias Asosiasi Masa Lalu
Bias asosiasi masa lalu adalah kecenderungan seseorang untuk menghubungkan peristiwa atau informasi saat ini dengan pengalaman masa lalu yang serupa, meskipun kedua situasi tersebut mungkin tidak sepenuhnya relevan. Dalam istilah sekarang “cocoklogi”.
Contoh: Jika seorang auditor pernah mengalami kesulitan dalam melakukan audit pada klien tertentu di masa lalu, ia mungkin akan lebih skeptis terhadap klien yang memiliki karakteristik serupa, bahkan jika tidak ada bukti konkret yang menunjukkan adanya masalah.
6. Authority Bias atau Bias Otoritas
Bias otoritas adalah kecenderungan seseorang untuk lebih mempercayai dan mengikuti pendapat atau keputusan dari seseorang yang dianggap memiliki otoritas atau keahlian, bahkan jika pendapat atau keputusan tersebut tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Contoh: Auditor mungkin menerima tanpa banyak pertanyaan hasil audit tahun sebelumnya, bahkan jika ada indikasi bahwa hasil tersebut mungkin tidak akurat, karena hasil tersebut telah disetujui oleh manajemen senior.
7. Status Quo Bias atau Bias Status Quo
Bias status quo adalah kecenderungan seseorang untuk mempertahankan keadaan yang sudah ada atau status quo daripada memilih perubahan, bahkan jika perubahan tersebut mungkin lebih baik.
Contoh: Auditor mungkin menerima prosedur yang sudah ada di perusahaan tanpa mempertanyakan efisiensi dan efektivitasnya, hanya karena prosedur tersebut telah berjalan selama bertahun-tahun.
Mitigasi Risiko Bias dalam Audit Internal
Mitigasi risiko bias dalam audit internal merupakan langkah krusial untuk memastikan kualitas dan objektivitas hasil audit. Auditor perlu menyadari bahwa bias dapat mempengaruhi kemampuan mereka bersikap skeptis, yang dapat berpengaruh terhadap penilaian dan keputusan mereka.
Beberapa strategi berikut (berdasarkan hasil penelusuran saya) yang dapat diterapkan untuk mengurangi dampak bias antara lain meningkatkan kesadaran auditor akan berbagai jenis bias, memperkuat prosedur audit dengan standarisasi dan peer review, serta memanfaatkan teknologi untuk analisis data.
Selain itu, rotasi tugas, fokus pada bukti objektif, dan mendorong keraguan yang sehat juga penting untuk menjaga objektivitas audit. Dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung sikap skeptis yang profesional, auditor internal dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi dan mengatasi bias. Dengan demikian, laporan audit yang dihasilkan akan lebih akurat dan dapat diandalkan, memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perusahaan.
Salam sukses bermanfaat…
*) Dielaborasi dengan bantuan GenAI
*) Photo by Leeloo The First