Mengelola Resistensi Saat Audit Internal Menggunakan Teknik NLP Reframing dan Chunking

Dalam proses audit internal, salah satu tantangan terbesar yang sering dihadapi adalah resistensi dari pihak auditee. Resistensi ini dapat berupa keengganan untuk memberikan informasi secara terbuka, sikap defensif terhadap temuan, atau bahkan penolakan terhadap rekomendasi perbaikan.

Namun, dengan pendekatan yang tepat, resistensi ini dapat dikelola secara efektif. Salah satunya dengan memanfaatkan teknik Neuro-Linguistic Programming (NLP), khususnya reframing dan chunking.

Mengapa Auditee Sering Menunjukkan Resistensi?

Ada beberapa alasan mengapa auditee sering menunjukkan resistensi dalam audit internal:

Kekhawatiran akan konsekuensi: Auditee khawatir temuan audit akan berdampak negatif pada posisi mereka. Misalnya, hasil audit dapat mempengaruhi penilaian kinerja mereka atau sanksi tertentu.

Persepsi negatif terhadap audit: Audit sering dianggap sebagai “upaya mencari-cari kesalahan” daripada upaya perbaikan. Atau bisa juga menganggap audit akan menambah pekerjaan mereka.

Kurangnya pemahaman: Mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami manfaat dari rekomendasi yang diberikan.

Apa Itu Reframing dan Chunking dalam NLP?

Reframing atau membingkai ulang adalah teknik NLP yang digunakan untuk mengubah cara pandang seseorang terhadap situasi tertentu. Dengan memberikan sudut pandang baru, seseorang dapat melihat masalah bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang.

Misalnya, masih ingatkah beberapa waktu yang lalu terjadi pemadaman listrik yang cukup lama di Pulau Jawa dan Bali. Kejadian ini cukup membuat kesal banyak orang karena tidak bisa nonton TV, kehabisan baterai HP, dll. Namun, dengan mengubah sudut pandang, kejadian ini bisa menjadi peluang untuk menghabiskan waktu bersama pasangan atau bersenang-senang dengan anak-anak sambil mencari cara inovatif untuk mengelola situasi.

Chunking adalah teknik untuk mengubah persepsi dengan pengelompokan informasi, baik dengan melihat gambaran besar (chunk up) atau memecahnya menjadi bagian kecil (chunk down). Pendekatan ini membantu orang lebih mudah memahami dan menerima informasi.

Ketika kita melakukan chunk up, bahasa menjadi lebih umum dan ada lebih banyak peluang untuk kesepakatan, dan ketika kita chunk down kita cenderung mencari detail spesifik yang mungkin hilang dalam chunk up.

Contoh sederhana, jika Anda mengajukan pertanyaan “untuk apa motor Anda gunakan?” Anda mungkin akan mendapat jawaban “sebagai alat transportasi”, yang merupakan bagian yang lebih besar atau umum.

Ketika Anda bertanya “apa yang spesifik tentang motor Anda”? Anda akan mulai mendapat informasi yang lebih kecil tentang motor. Misalnya, merk, warna, tahun produksi, dll.

Contoh Penerapan Teknik Reframing dalam Audit Internal

Misalnya, kita sedang melakukan audit internal terhadap procurement. Situasi berlangsung kurang nyaman karena auditee merasa auditor sekadar mencari-cari kesalahan dan mengkritik kinerjanya.

Auditor internal dapat menggunakan reframing untuk menangani resistensi auditee tersebut. Seperti menekankan kembali bahwa tujuan audit bukan untuk mencari kesalahan, tapi untuk memastikan prosedur kerja kita berjalan dengan baik. Kalau ada temuan, itu peluang untuk meningkatkan proses kerja kita agar lebih efektif.

Contoh Penerapan Teknik Chunking dalam Audit Internal

Misalnya, dalam audit yang kita lakukan di divisi tertentu, kita menemukan bahwa masih banyak proses bisnis yang prosedur kerjanya belum didokumentasikan dalam bentuk SOP. Kemudian, auditee menunjukkan resistensi dengan alasan bahwa melengkapi SOP sebanyak itu pasti akan memakan tenaga dan waktu yang banyak.

Ketika auditee merasa kewalahan dengan informasi yang terlalu besar, pecahkan masalah menjadi bagian-bagian kecil yang membuatnya nampak jadi ringan.

Agar kelihatan ringan, auditor dapat melakukan chunk down. Seperti, mari kita fokus pada satu langkah kecil terlebih dahulu, yaitu membuat list proses kerja yang belum ada SOPnya. Baru kemudian diurutkan berdasarkan prioritas. Jadi, kekurangan SOP tidak mesti dibuat semuanya sekaligus.

Bagaimana dengan chunk up? Contohnya, auditee menunjukkan penolakan dengan mengatakan bahwa mengubah satu SOP tersebut akan memakan waktu, karena adanya proses analisis yang cukup banyak sebagai data awal.

Ketika auditee terlalu fokus pada detail kecil, bantu mereka melihat konteks yang lebih luas dengan melakukan chunk up. Misalnya, perbaikan proses ini akan berdampak pada keberlanjutan seluruh proses bisnis di semua divisi yang ada di perusahaan.

Penutup

Mengelola resistensi saat audit internal membutuhkan pendekatan yang cerdas dan empatik. Dengan memanfaatkan teknik NLP seperti reframing dan chunking, auditor dapat mengubah resistensi menjadi kerja sama. Reframing dapat membantu mengubah persepsi negatif menjadi positif, sementara chunking memudahkan auditee memahami dan menerima informasi dengan lebih baik.

Salam sukses bermanfaat…

*) Dielaborasi dengan bantuan GenAI
*) Photo by Marcus Aurelius

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top