Saat dihadapkan pada keputusan penting, baik dalam karier, keuangan, atau kehidupan pribadi, seringkali kita merasa tertekan dan rentan terhadap cara berpikir yang keliru. Kesalahan berpikir atau logical fallacy ini bisa menyesatkan kita, membuat keputusan yang tidak optimal, atau bahkan fatal.
Tulisan ini bermula dari buku “Logical Fallacy: Menguak Kesalahan-Kesalahan Berpikir yang Kerap Kita Jumpai Sehari-hari” karya Muhammad Nuruddin. Buku tersebut mengulas berbagai pola pikir keliru yang sering kita temui.
Memahami jebakan-jebakan ini adalah kunci untuk menjadi pengambil keputusan yang lebih cerdas dan rasional. Mari kita bedah tiga logical fallacy yang paling sering memengaruhi kita saat di persimpangan jalan.

1. Confirmation Bias plus Cherry Picking: Mencari yang Cocok Saja
Ketika dihadapkan pada keputusan penting, kita sering punya kecenderungan untuk mencari, menginterpretasi, dan mengingat informasi yang mengkonfirmasi keyakinan kita sebelumnya (Confirmation Bias).
Tidak hanya itu, kita mungkin juga hanya memilih-milih data atau bukti yang mendukung argumen kita dan mengabaikan sisanya (Cherry Picking).
Bagaimana ini merugikan? Bayangkan Anda sedang memilih saham untuk investasi. Anda mungkin hanya membaca artikel atau mendengar pendapat analis yang mendukung saham pilihan Anda. Ditambah dengan mengabaikan sinyal peringatan atau data yang menunjukkan risiko. Ini bisa membuat Anda membuat keputusan yang tidak objektif dan tidak berbasis data lengkap.
Contoh lain: Seorang manajer yakin sebuah proyek baru akan sukses. Ketika diminta mengevaluasi, ia hanya mengumpulkan data yang menyoroti potensi keuntungan besar. Juga membesar-besarkan testimoni positif, sambil mengabaikan riset pasar yang menunjukkan tantangan besar atau feedback negatif dari pilot project.
Untuk keputusan penting, lawanlah bias ini. Carilah informasi yang bertentangan dengan pandangan awal Anda, ajak orang dengan perspektif berbeda, dan lihatlah semua data, bukan hanya yang Anda suka.
2. False Dilemma (Pilihan Palsu): Hanya Ada Dua Jalan?
Kesalahan ini terjadi ketika kita menyederhanakan masalah kompleks menjadi hanya dua pilihan ekstrem, seolah tidak ada alternatif lain. Padahal, seringkali ada banyak opsi atau solusi tengah yang jauh lebih baik yang tidak kita pertimbangkan.
Bagaimana ini merugikan? Anda mungkin merasa terjebak dalam dilema “ini atau itu” yang sebenarnya tidak ada. Sehingga, terpaksa memilih yang terbaik dari dua pilihan buruk. Padahal, masih ada pilihan lain yang bisa jadi alternatif tanpa merugikan salah satu dari dua pihak.
Contoh: Anda merasa harus memilih antara PHK massal atau gulung tikar, padahal mungkin ada opsi lain seperti restrukturisasi, negosiasi ulang kontrak, atau mencari pendanaan tambahan.
Contoh lain: Seorang karyawan merasa harus memilih antara lembur setiap hari demi karier atau menolak lembur dan dicap tidak loyal, padahal ia bisa bernegosiasi fleksibilitas jam kerja atau mendelegasikan tugas tertentu.
Saat dihadapkan pada “pilihan sulit”, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah benar-benar hanya ada dua pilihan ini? Adakah cara lain untuk melihat masalah ini atau solusi yang tidak terpikirkan?”
3. Appeal to Popularity (Argumen Mayoritas): Ikut-ikutan Saja
Appeal to Popularity terjadi ketika kita membuat keputusan penting hanya karena “banyak orang” percaya atau melakukan hal yang sama, tanpa mengevaluasi argumen atau bukti di baliknya secara mandiri. Popularitas dijadikan tolak ukur kebenaran atau kebaikan.
Bagaimana ini merugikan? Mengandalkan “apa kata orang banyak” bisa menghambat inovasi, membuat Anda melewatkan peluang yang lebih baik, atau bahkan mengulangi kesalahan kolektif. Keputusan yang populer belum tentu yang terbaik atau paling rasional.
Contoh: Anda memutuskan untuk ikut berinvestasi di aset kripto tertentu hanya karena semua orang di media sosial membicarakannya dan banyak teman Anda sudah meraup untung, tanpa melakukan riset risiko atau memahami fundamental aset tersebut.
Contoh lain: Sebuah perusahaan memutuskan untuk mengadopsi tren manajemen baru hanya karena banyak perusahaan besar lain yang menerapkannya, tanpa mempertimbangkan apakah tren tersebut sesuai dengan budaya atau kebutuhan spesifik perusahaan mereka.
Keputusan penting harus didasari oleh analisis rasional dan data relevan, bukan hanya jumlah penganut atau tingkat popularitas.
Kunci Keputusan Tepat: Berpikir Kritis
Mengenali dan menghindari tiga logical fallacy di atas adalah langkah krusial untuk meningkatkan kualitas keputusan Anda. Dalam menghadapi informasi, tekanan, atau kebiasaan lama:
- Selalu pertanyakan asumsi Anda sendiri dan orang lain.
- Carilah perspektif yang beragam, bahkan yang bertentangan.
- Evaluasi semua pilihan yang ada, jangan hanya yang disajikan.
- Dasari keputusan pada bukti dan logika, bukan hanya tren atau popularitas.
Dengan melatih kemampuan berpikir kritis ini, Anda akan lebih siap menghadapi setiap keputusan penting dengan lebih bijaksana dan tepat sasaran.
Salam sukses bermanfaat…
*) Dielaborasi dengan bantuan GenAI