Kenapa Kita Sering Menunda Pekerjaan, Padahal Deadline-nya Sudah Dekat?

Ada momen-momen tertentu di mana segala hal tiba-tiba terlihat lebih menarik daripada pekerjaan yang harus diselesaikan. Membuat kopi, bersih-bersih meja, membuka-buka foto lama, atau sekadar scroll media sosial sambil bilang, “Nanti juga bisa.” Semuanya terasa mendesak, padahal sebenarnya itu cuma cara kita menunda-nunda pekerjaan yang sesungguhnya.

Lucunya, ini sering terjadi justru ketika tenggat waktu sudah di depan mata. Aneh? Nggak juga. Menurut Kelly McGonigal dalam bukunya The Willpower Instinct, ada penjelasan ilmiah di balik kebiasaan kita ini.

Photo by Andrea Piacquadio

Untuk memahami kenapa kita bisa begitu ‘kreatif’ dalam menunda pekerjaan, mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam kepala kita saat menghadapi tekanan atau pekerjaan penting dan bagaimana mengatasinya.

1. Penundaan Adalah Cara Otak Menghindari Stres

Saat kita stres atau merasa tertekan oleh suatu pekerjaan, otak langsung mencari jalan cepat untuk “kabur”. Sayangnya, kabur versi otak itu sering berupa buka media sosial, nonton satu episode yang akhirnya jadi lima, atau ngopi dulu biar “siap kerja”.

McGonigal menjelaskan bahwa “kita menunda bukan karena kita tidak tahu harus mengerjakan sesuatu, tapi karena kita sedang mencoba menghindari perasaan negatif yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu.”

Solusinya? Kecilkan pekerjaan tersebut.

Misalnya, jangan langsung “kerjakan laporan akhir tahun”, tapi cukup “buka file laporan dan susun daftar poin yang perlu ditulis.” McGonigal menyebut bahwa “langkah kecil mengurangi reaksi stres karena membuat tugas tampak lebih bisa dikendalikan.” Otak jadi lebih tenang, dan kita pun lebih mungkin mulai bergerak.

2. Diri Kita Sekarang vs. Diri Kita Nanti

Kita sering berpikir, “Tenang aja, nanti malam juga bisa dikejar.” Tapi menurut McGonigal, otak kita sebenarnya sedang memilih hadiah langsung ketimbang manfaat jangka panjang. Ia menulis bahwa otak kita selalu menimbang imbalan saat ini melawan imbalan masa depan, dan sering kali versi “diri kita saat ini” yang menang.

Karena itu, kita lebih memilih kenyamanan sekarang, seperti main HP dulu, dan berharap diri kita di masa depan bisa menangani semua kekacauan yang kita tunda hari ini. Padahal kenyataannya, kita mengandalkan versi masa depan dari diri kita seolah-olah dia akan lebih tahan godaan, padahal itu orang yang sama.

McGonigal menyarankan untuk menyadari ilusi ini dan menyambungkan masa kini dengan masa depan.

Caranya bisa sesederhana membayangkan secara nyata seperti apa “diri kita besok” yang harus lembur atau kejar target. Membuat masa depan terasa nyata membantu kita membuat keputusan lebih bijak hari ini. Dan lagi-lagi, mulai dari satu langkah kecil hari ini akan membuat besok terasa lebih ringan.

3. Terlalu Percaya Diri Bahwa Nanti Bisa Fokus

Salah satu jebakan mental terbesar adalah keyakinan bahwa nanti kita akan lebih siap, lebih kuat, dan lebih fokus. Menurut McGonigal, inilah yang disebut sebagai bentuk “lisensi moral”. Kita merasa boleh menunda sekarang karena percaya nanti akan kerja keras, yang seringnya… tidak kejadian.

Janji akan “mengerjakannya nanti” justru membuat kita lebih mudah menyerah hari ini. Otak memberi izin untuk menunda sekarang, karena merasa aman dengan janji palsu untuk membereskannya besok.

Cara mengatasinya? Jangan tunggu sampai merasa “siap.” Justru karena kita tidak bisa menjamin kesiapan nanti, maka satu-satunya saat yang bisa diandalkan adalah sekarang. Mulailah sekarang, meskipun hanya lima menit.

McGonigal menyarankan agar kita jangan menunggu momen sempurna atau motivasi besar datang. Kemauan tidak bergantung pada mood atau perasaan, tapi pada keputusan untuk bertindak meskipun sedang tidak mood. Dengan memutuskan untuk memulai walau sedikit, kita sedang membangun kebiasaan bertindak, bukan menunda.

Penutup

Menunda tidak selalu berarti kita malas. Sering kali itu cara otak menghindari stres atau percaya bahwa “nanti” kita akan lebih siap. Tapi seperti dijelaskan Kelly McGonigal, menunggu kesiapan datang justru memperkuat kebiasaan menunda.

Kuncinya adalah mulai dari langkah kecil. Karena kemauan bukan soal kesempurnaan, tapi keputusan untuk bertindak sekarang, meski belum siap sepenuhnya.

Salam sukses bermanfaat…

*) Dielaborasi dengan bantuan GenAI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top